Posted by : Lukman Khakim Selasa, 23 April 2013


Sayup-sayup suara adzan membangunkanku dari setengah tidur yang sedang dalam tahap asik-asiknya. Baru beberapa menit yang lalu mata terpejam dengan ditemani sarung yang masih terbalut rapi dan baju koko yang   belum juga sempet dicopot. sebenarnya tidak ada niatan untuk tidur di jam-jam ini, secara ini abis maghrib, waktunya orang-orang berkumpul dengan keluarga setelah seharian lelah dengan aktifitasnya masing-masing, atau untuk anak kos yang ga ada keluarga di sini, paling tidak berkumpul dengan teman satu kos atau kontrakan setelah seharian lelah menuntut ilmu. #halah, . Atau waktu-waktu seperti ini biasa dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk mengaji, menghadiri majelis ta'lim terdekat menimba ilmu agama bersama bapak-bapak komplek. Atau untuk sebagian yang lain memilih untuk mengaji sendiri Al-Quran di kontrakan masing-masing sambil sesekali menengguk air segar dari galon isi ulang 3 ribuan di sampingnya. Atau untuk sebagian yang lain memilih memanfaatkan waktu setelah maghrib untuk mengotak-atik rumus kalkulus yang semakin diotak-atik maka kesimpulannya semakin samar dirasakan. Tetapi mungkin masih menjadi primadona bagi mahasiswa yang telah lelah seharian bergelut dengan buku, memilih mengisi waktu ini dengan menonton TV, sambil tiduran di kasur kesayangan ditemani secangkir teh atau kopi hangat dengan tidak lupa menyalakan laptop dengan modem tertancap membuka menilik beranda facebook membaca-baca status teman atau hanya sekedar komen di foto kelas yang baru diupload. Atau sebagian lain memilih untuk mengisi waktu ini dengan mencari makan berkelana ke warteg-warteg terdekat mengkombinasikan lauk-pauk yang tiap hari juga itu-itu saja dengan nasi porsi kuli, dan tidak lupa apapun makanannya minumnya tetap air putih. Alasan mereka cukup sederhana, menjaga kesehatan, kesehatan dompet yang tak kunjung terisi oleh TID yang semakin seret saja keluarnya. 

Untuk malam ini, dari semua pilihan yang saya sebutkan di atas, sayangnya tidak ada yang saya pilih, jadi perlu saya tambahkan lagi untuk aktifitas-aktifitas di atas, tidur. Alasan saya cukup sederhana, ngantuk. 

Setelah menata pikiran beberapa menit setelah terbangun oleh suara adzan Isya, saya baru bisa menyimpulkan kalau itu adzan Isya. tadinya saya sempet mengira kalau itu adzan Subuh, tapi kok rasa-rasanya baru tadi saya solat Maghrib, jadi saya simpulkan perkiraan saya salah. baru setelah menilik jam di hp saya bisa menyimpulkan. 

Dalam keadaan setengah sadar saya coba mengingat-ingat kegiatan apa yang akan saya lakukan malam ini, baru setelah saya melihat hp dan membaca sms dari Adit, baru saya ingat kalau malam ini mau KSM di tempatnya mister maba Kokom, sepupunya eyang subur. Setelah Isya saya baru  teringat akan masalah yang sangat krusial dari sebuah kehidupan manusia, makan. pilah-pilih, mikir, menimbang, mengingat dan memutuskan, saya memutuskan untuk membeli nasi goreng saja untuk menu makan malam ini. di sinilah cerita kami berawal. Di samping gerobak nasi goreng di pinggir got dekat tempat samapah umum seberang kali bening saya bertemu kakak tingkat itu. jangan salah sangka dulu, dia itu cowok. Sama-sama menunggu nasi goreng, kami duduk di kursi plastik yang disediakan. Percakapan dibuka oleh masnya dan membahas tentang LFA tingkat 1, beliaunya sudah tingkat 3. sebelumnya memang kami sudah saling kenal karena sering sholat berjamaah bersama di masjid. 

" Gimana LFA nya mes?"

Dalam hati saya berpikir, kok manggilnya mes, siapa saya? jangan-jangan nama saya sudah berubah tanpa sepengetahuan saya. Oh itu tidak mungkin terjadi. Atau jangan-jangan dia bukan bicara kepada saya, Oh itu juga tidak mungkin karena hanya saya yang ada di situ selain pak nasi gorengnya, lagian dia juga berbicara menghadap ke saya. Saya berpikir sebelum menjawab pertanyaanya. Ooooh, mungkin mes itu planggilan gaul dari daerahnya untuk memanggil seorang teman. Kakaknya berasal dari papua, jadi saya gak tau apa bahasa mereka, mungkin mes itu artinya coy kali, atau bro, atau jangan-jangan malah jeng. haha

" yaa, alhamdulillah lancar kak" jawab saya singkat
setelah ngobrol panjang lebar mengenai LFA, kata mes terdengar lagi,
" jadi, seneng main futsal juga mes? kalau mau, kalau sabtu main futsal bareng kami aja buat ngisi waktu, di situ ada rahmat kok sama viki. kenal kan?"
" iya kenal kak, mereka sekelas sama saya"
" oh iya mes?"
.....bla...bla...

Setelah sekian lama menunggu, kumis bertambah panjang, jenggot tumbuh dimana-mana, dan ayam jantan sudah berkokok, akhirnya nasi goreng idaman saya sudah jadi. Begitu juga punya kakaknya, sudah terbungkus rapi di kantong kresek hitam dan disodorkan ke saya. Naah, ini bagian yang paling saya tidak suka dari kegiatan membeli nasi goreng, membayar. dengan sangat terpaksa saya mengeluarkan uang. Jelas ini sangat bertentangan dengan prinsip hidup saya, berhemat. Kakaknya membayar, saya membayar, pak nasi gorengnya juga membayar. #lho

" pulangnya lewat mana mes?" merasa terhormat karena daritadi dipanggil dengan panggilan bahasa gaul yang tidak saya mengerti, saya menjawab dengan singkat
" lewat sini saja kak, sejalan kita"

Di sepanjang perjalanan pulang, kami mengobrol banyak hingga tertuju pada sebuah kalimat yang merubah segalanya.

" Mesa ikut Rohis juga?"

Agak sedikit bingung karena kok panggilan gaul yang tadi diucapkan jadi ada tambahannya menjadi Mesa, apakah memang itu bahasanya, tapi kok itu mirip sama nama temen saya yaa, Mesagus. saya menjawab
 " Mesa? Mesa yang ngontrak di sana?" sambil menunjukkan telunjuk.
" iya, "'
" Oh, saya kurang tau kak"
" loh kok kurang tau, lha kamu siapa?"
jleb. " Saya Lukman kak, "
" Oh jadi bukan mesa? tapi selama ini perasaan saya panggil kamu mesa"
" Saya Lukman Khakim kak, saya laki-laki, saya tingkat 1 kuliah di STIS"
....
" Sebentar, kamu tau nama saya kan?" tanya kakak tersebut di tengah-tengah perbincangan.
" Wahduh...hehehehe..oh,,,hehe"

Sambil berjabat tangan, kami memperkenalkan nama masing-masing, seperti baru pertama kenalan, walaupun hampir setiap hari bertemu di masjid dan kadang juga berbincang-bincang membahas kuliah dan sebagainya. Ternyata oh ternyata, saya menjadi orang lain selama ini. Saya menjadi Mesa, dan kakaknya menjadi "no name" di mata saya. 

Terlepas dari ketidaktahuan masing-masing nama antara kami, percakapan tercipta seperti layaknya kita sudah saling kenal lama. Saya tidak mempermasalahkan namanya, dan diapun tidak mempermasalhkan siapa saya sebenarnya, dan menganggap saya sebagai Mesa.

Satu hal yang bisa saya katakan dari peristiwa ini adalah, kadang, kita tidak butuh terlalu mengenal siapa orang yang sedang kita hadapi, entah itu dosen, teman, supir busway dll, tetapi terlepas dari itu interaksi tetap harus terjalin seharmonis mungkin. kadang, keingintahuan kita pada seseorang yang malah terkesan mencampuri urusan orang tersebut, justeru membuat orang tersebut terganggu, tidak nyaman, dan interaksi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bukankan hal yang dicari dari sebuah interaksi adalah rasa nyaman?

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Mengenai Saya

Foto saya
jakarta, jakarta, Indonesia
saya bukan tukang parkir. sumpah bang saya bukan tukang parkir, sehingga saya tidak pandai memparkir hati seseorang dan meletakannya di tempat yang benar.

Cari Blog Ini

Welcome to My Blog

Popular Post

- Copyright © Pemali -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -