Posted by : Lukman Khakim
Selasa, 21 Mei 2013
Setiap cerita punya ruang sendiri di dalam hati
Buku ini adalah novel yang simpel, menceritakan kehidupan anak SMA seperti cerita tentang anak SMA kebanyakan. Pada awal-awal bab, mungkin terlihat sedikit sinetron banget, dengan segala bentuk kekebetulan yang itu pantas disebut sebagai script yang mau dipakai untuk syooting sinetron, hehehe. Ditulis dengan bahasa yang cukup simpel dan sederhana, tidak butuh daya imajinasi tinggi sehingga saat membacanya tidak akan menimbulkan kesulitan pengertian. Alur ceritanya pun sederhana, tetapi dengan kesederhanaannya ini, malah justeru lebih menggambarkan keadaan anak SMA yang sesungguhnya. Gampangnya, ini novel natural banget dan sah-sah saja terjadi di kehidupan kita, Penulis banyak menceritakan dengan memperlihatkan dialog antar tokoh langsung, dari sudut pandang seorang cowok anak SMA kelas X. Tidak banyak monolog-monolog atau uraian-uraian yang mendayu-dayu dalam novel ini, sehingga saat membacanya kita bisa dengan mudah membayangkan keadaannya sesuka hati kita, dipermudah dengan banyak dialognya jadi lebih mudah untuk dibaca, Buku ini tidak tebal, hanya sekitar 250 halaman dengan ukuran buku sedang tidak sebesar buku tulis.
Saat membacanya kamu akan terbawa ke dalam nostalgia saat kamu masih duduk di bangku sekolah, terutama kelas X SMA, jika kamu sudah melewati bangku kelas X SMA. Saya yakin, saat seseorang membaca buku ini akan menyetting sendiri ruangan kelas dengan ruangan saat masih SMA dulu, tterutama dengan ruang kelas X, dan tidak menutup kemungkinan juga tokoh-tokoh yang ada di buku ini akan diperankan oleh teman-teman SMA mu sewaktu SMA. Cerita di buku ini tidak mirip dengan ceritaku, tidak juga mirip sifat-sifat tokoh dalam cerita ini dengan teman-temanku sewaktu SMA, tapi jujur, saat membacanya saya secara spontan akan membayangkan kalau ini terjadi di SMA ku dulu, yaa tentunya dengan tokoh-tokoh diperankan oleh teman-temanku juga, walaupun tidak semuanya. Satu keajaiban lagi adalah, cerita di buku ini membawa saya mengingat kembali masa-masa dulu saya baru masuk SMA dulu, dengan ruang kelas yang saya tempati, teman-teman baru pada waktu itu, sudut-sudut sekolah yang pada saat itu masing asing bagiku, bahkan setting tempat di kepalaku ini saat membaca cerita ini adalah sekolah saya dulu sebelum dilakukan beberapa perubahan letak bangunan sampai saat ini, mungkin karena dari awal cerita sudah diketahui kalau "aku" dalam cerita ini adala anak kelas X SMA.
Novel ini menceritakan tentang persahabatan 4 anak kelas X di salah satu SMA yang semuanya itu tinggal dalam satu kelas. Keempat tokoh imajiner ini mempunyai sifat yang berbeda-beda, dan tergabung ke dalam satu tim majalah dinding di sekolah mereka. Baru akhir-akhir saya ketahu bahwa keempat anak ini punya latar belakang masing-masing sehingga digabungkan dalam satu kelompok kerja ini. Tetapi "aku/Caraka" dalam cerita ini dan ketiga temannya tidak tahu kenapa mereka ditunjuk menjadi tim mading ini.
Caraka adalah seorang cowok, suka menolong dan baik kepada semuanya, karena kebaikannya ada yang tidak suka dengan dia, sehingga dia dimusuhi dan terlibat dalam sebuah perkelahian dengan sekelompok siswa di sekolah itu. Dia tinggal bersama ibunya, dan bapaknya sudah dua tahun meninggalkan mereka karena kanker paru-paru. Caraka sangat menyayangi ayahnya, karena itu, setelah kematian ayahnya dia sangat membenci ayahnya dan tidak akan memaafkannya, walaupun pada akhir cerita dijelaskan bawha sebenarnya dia hanya menutupi kesedihannya dengan membenci ayahnya.
Nathan, adalah cowok kedua di 4 sahabat ini. Dia adala anak paling pinter di kelas mereka. Bersikap dingin, tak butuh bantuan siapapun, perfecrsionis, berwajah ganteng, kurus, dan kata-katanya terkenal tajam dan langsung pada pointnya ketika mengata-ngatai seseorang, bahkan sudah beberapa kali dia menolak cewek yang menyukainya dengan kata-kata yang tajam dan raja tega. Tidak banyak teman bergaul dengannya karena sifat sombong dan dinginnya itu.
Sarah adalah cewek yang terkesan lemah di kelompok itu. Dia cantik dan pinter. Tidak banyak keistimewaan digambarkan tentangnya di cerita ini, kecuali kalau dia adalah cewek yang pinter menulis, jago membuat karangan sastra sehingga dia dijadikan menjadi ketua tim mading oleh bu Ratna, wali kelas mereka. Sarah lemah, dia pinter, tetapi karena sifatnya itu dia banyak dimanfaatkan oleh siapa yang bergaul dengannya. Dia tidak pernah berani berkata nggak ketika teman-temannya meminta bantuannya, walaupun sebenarnya dalam hatinya berkata berlawanan.
Dan anggota terakhir dalam tim ini adalah Nadya, cewek tomboy ketua kelas mereka, tegas, aktif dalam semua organisasi, pinter, dan suka mengerjakan semuanya sendiri, merasa bahwa dirinya itu kuat dan mampu melakukan semuanya dengan sempurna. Karena sifatnya ini, tidak banyak lelaki yang dekat dengannya, hingga kemudian Carakalah yang dekat dan menjalin suatu cerita cinta dengannya.
Caraka dimasukkan ke dalam tim karena itu adalah sebagai hukuman karena perkelahinanya dengan siswa lain. Berbeda dengan Raka, Nathan dimasukkan ke dalam tim karena dia adalah anak paling pinter dan banyak inovasi. Nadya adalah cewek yang tegas dan aktif di semua kegiatan sekolah, jadi pantas-pantas saja dia masuk dalam tim. Sarah sudah kelihatan bakat nulisnya, dan dia ketua di tim ini.
Mereka bekerja sama dalam satu tim, dengan sifat yang berbeda-beda, awalnya suasana tercipta kurang harmonis dan dingin sedingin antartika. Namun seiring waktu berjalan keempat sahabat ini semakin akrab, bahkan untuk Nathan dan Caraka yang pada mulanya sedikit bermusuhan. Seiring berjalannya waktu juga ada perasaan-perasaan cinta tumbuh di antara mereka layaknya anak SMA kebanyakan. Caraka diam-diam menyukai Nadya yang banyak kesamaan dengannya dalam hal hobinya menonton film. Sementara itu diam-diam Sarah juga menyukai Caraka, dan ini akan menjadi awal yang buruk bagi Sarah. Sikap Caraka yang baik kepada Sarah menimbulkan harapan bagi Sarah dan akhirnya pun Sarah yang terluka hatinya ketika mengetahui yang Caraka suka adalah Nadya. Sementara itu sepertinya Nathan juga menyukai Nadya walaupun tidak dijalaskan secara eksplisit.
Tetapi, masalah utama dalam cerita ini adalah bukan itu, bukan masalah percintaan remaja seperti di sinetron-sinetron. Permasalahan utamanya adalah ketika Caraka yang saat itu sudah menjadi sahabat akrab dari Nathan mengetahui bahwa sebenarnya Nathan mempunyai penyakit kanker otak, yang cepat atau lambat pasti akan mengambil nyawanya. Itulah sebabnya mengapa Nathan bersikap dingin dengan semua orang, ternyata dia tidak ingin banyak yang mengetahu penyakitnya, dan dia sudah tidak memiliki semangat hidup lagi terlebih setelah kematian ibunda tercintanya. Dan disin peran wali kelas terlihat, diketahui bahwa sebenarnya alasan Caraka dilibatkan dalam tim ini adalah supaya Caraka menjadi teman Nathan dan Nathan diharapkan memiliki semangat untuk hidup kembali setelah menemukan teman sejatinya. Benar saja, karena setiap hari bersama dan dilibatka dalam kelompok tugas yang sama, keduanya berteman baik.
Singkat cerita penyakit Nathan makin parah. Saat itu, Nathan berkata kepada Caraka untuk tidak menemuinya lagi, persahabatan mereka putus katanya. Dengan sifat Caraka yang pantang menyerah dia berhasil membujuk Nathan untuk memiliki semangat hidup lagi dan bersedia menjalani operasi yang sebelumnya dia tidak pernah menyetujuinya. Raka berkata kalau sebenarnya teman-temannya itu peduli dengannya dan menyayanginya, apalagi tim mading yang sudah seperti keluarga. Nathan pun sadar dengan kata-kata Raka, di tengah-tengah ketidakberdayaannya, dia menangis dan berjanji akan melakukan operasi demi teman-temannya.
Operasi berhasil dilakukan, walaupun dia tidak bisa datang ke sekolah lagi. Teman-temannya bergantian mengunjunginya setiap hari. Persahabatan Nathan, Sarah, Nadya, dan Raka pun semakin kenthal saja walaupun Nathan sudah tidak berdaya.
Satu tahun kemudian, Nathan meninggal dunia. Dan lagi-lagi Raka mengalami kehilangan orang yang dia cintainya, setelah kematian ayahnya.
Mengenai Saya
- Lukman Khakim
- jakarta, jakarta, Indonesia
- saya bukan tukang parkir. sumpah bang saya bukan tukang parkir, sehingga saya tidak pandai memparkir hati seseorang dan meletakannya di tempat yang benar.